Jayapura, Jubi TV– Musim angin muson barat menjadi masa tersulit bagi Doni Marani. Pendapatannya menyusut drastis karena jarang melaut.
“Saat musim begini [angin muson barat], pendapatan menjadi tidak menentu. Untuk menutupi kebutuhan solar saja, sudah bersyukur,” kata Marani, nelayan di Kampung Hamadi, Kota Jayapura, saat ditemui pada Jumat, 24 Mei 2024.
Marani harus berpindah-pindah lokasi untuk menangkap ikan saat musim angin muson barat seperti saat ini. Dia menghindari ombak besar yang dapat mencelakainya saat melaut.
Namun, lelaki berusia 45 tahun tersebut lebih sering tidak melaut saat musim angin muson barat. Dia memilih memperbaiki kapal dan alat penangkap ikan ketimbang melaut.
Agar asap dapurnya tetap mengepul, Marani mencari sumber pendapatan lain, seperti menjadi pengojek sepeda motor. Hasil kerja sampingan itu juga untuk tambahan modal melaut setelah kondisi cuaca kembali normal.
Marani sudah 20 tahun menjadi nelayan. Saat cuaca normal, dia biasa melaut hingga dua hari di perairan sekitar Jayapura. Pendapatan bersihnya sebesar Rp2 juta sekali melaut.
Musim angin muson barat lebih populer dengan sebutan musim angin barat di kalangan awam, termasuk para nelayan. Musim tersebut juga selalu menjadi momok bagi Jefry Duweri, nelayan lain di Kampung Hamadi. Namun, dia tetap nekat melaut demi memenuhi kebutuhan keluarga.
“Sa [saya] harus tetap melaut agar anak-istri bisa makan. Hanya nelayan sa pu [saya punya] aktivitas sehari-hari [pekerjaan],” ujar lelaki berusia 39 tahun tersebut.
Saat musim laut teduh, Duwiri biasa mengantongi Rp1,5 juta dari hasil semalaman melaut. Namun, pendapatannya anjlok, hanya Rp500 ribu setiap melaut, saat musim angin muson barat.
Dampak angin barat
Angin muson barat berhembus dari Asia menuju Australia melalui Samudera Hindia. Pergerakan angin tersebut menyebabkan musim penghujan di Indonesia.
Periode angin muson barat berlangsung pada April hingga Oktober. Angin muson barat juga kerap memicu kondisi cuaca ekstrem, dan ombak besar di perairan Indonesia karena meningkatnya intensitas hujan.
Berdasarkan pengamatan Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), angin di wilayah Indonesia pada umumnya saat ini bertiup dari arah timur, dan tenggara. Kecepatannya berkisar 10–50 kilometer per jam.
“Kecepatan angin yang meningkat hingga 25 knot per jam terpantau di Laut Banda, Laut Arafuru, dan dari Samudera Hindia sebelah selatan Nusa Tenggara Timur hingga Banten. [Adapun] tinggi rata-rata gelombang laut di Indonesia berkisar 0,5–2,5 meter,” kata Prakirawan BMKG Syndhy Indah Pratiwi, Selasa, 21 Mei 2024, dikutip Antara.
Selain mengancam keselamatan nelayan, ombak besar memengaruhi perilaku ikan di laut. Mereka akan berenang lebih dalam untuk menghindari arus deras dan tumpahan air tawar dari hujan. Itu sebabnya hasil tangkapan nelayan menjadi berkurang meskipun mereka tetap nekat melaut selama musim angin barat.
Periode angin muson barat juga kerap disebut pembalik musim. Itu karena pergerakan dan kondisinya berkebalikan dengan angin muson timur.
Angin muson timur berhembus dari Australia menuju Asia dengan melintasi wilayah Indonesia. Pergerakan angin tersebut menyebabkan kemarau.
Periode angin muson timur atau musim angin timur berlangsung pada Oktober hingga April. Musim angin timur juga dikenal dengan musim teduh karena kondisi laut selama periode tersebut relatif tenang. Pendapatan nelayan pada umumnya pun meningkat saat musim angin timur karena ikan melimpah di laut.
Peralihan musim angin barat ke musim angin timur ataupun sebaliknya selalu diselingi musim pancaroba. Musim pancaroba biasa berlangsung pada awal April ataupun awal Oktober.
Kondisi cuaca relatif tidak menentu saat musim pancaroba, kadang hujan, dan terkadang pula kemarau. Perubahan cuacanya pun acap kali ekstrem sehingga juga sering memicu bencana, seperti puting beliung, banjir, longsor, serta kebakaran hutan, dan lahan.
Manfaatkan informasi cuaca
Kepala Dinas Perikanan Kota Jayapura Matheys Sibi mengatakan curah hujan tertinggi di wilayah tersebut biasa terjadi pada Juni, sedangkan terendah pada Agustus. Adapun kecepatan angin tertinggi biasa berlangsung pada Agustus, dan Desember, sedangkan terendah pada Februari.
Sibi mengimbau nelayan setempat selalu mengikuti perkembangan ramalan cuaca dari BMKG. Menurutnya, informasi itu sangat penting bagi nelayan untuk mengetahui kondisi terkini di laut.
“Ramalan cuaca sebagai informasi awal bagi mereka [para nelayan saat hendak melaut] karena memuat informasi mengenai cuaca dan tinggi gelombang laut. Itu akan meningkatkan kewaspadaan nelayan saat melaut,” kata Sibi.
Berdasarkan Data Dinas Perikanan Kota Jayapura, ada sekitar 2.300 nelayan di ibu kota Papua tersebut. Mereka telah dibekali pengetahuan mengenai pemanfaatan informasi cuaca dan iklim dalam mendukung aktivitas penangkapan ikan.
Pengetahuan itu diperoleh para nelayan Kota Jayapura saat mengikuti Sekolah Lapang Cuaca. Program tersebut diselenggarakan bersama BMKG Jayapura.
“Dinas Perikanan Kota Jayapura juga memberi bantuan berupa GPS [alat bantu navigasi] untuk nelayan. Itu agar mereka bisa kembali ke [darat] meskipun laut tertutup kabut,” ujar Sibi.
Dia mengatakan mereka pun telah memberi bantuan dan mendampingi sejumlah kelompok nelayan dalam mengembangkan usaha pengolahan ikan. Usaha itu diharapkan menjadi sumber pendapatan alternatif bagi nelayan, terutama saat musim paceklik.
“Dinas Perikanan Kota Jayapura juga memberdayakan nelayan melalui usaha kelompok pengolahan ikan. Itu agar mereka tetap mampu memenuhi kebutuhan keluarga ketika tidak bisa melaut [akibat cuaca ekstrem],” kata Sibi (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id