Nabire, Jubi TV– Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Tengah Benny Zonggonau mendukung tuntutan para pencari kerja di Provinsi Papua Tengah dan sejumlah kabupaten agar formasi penerimaan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) yang sekarang sedang dibuka diperuntukkan 100 persen untuk Orang Asli Papua atau OAP.
Zonggonau juga mendukung tuntutan para pencari kerja OAP di Papua Tengah agar pendaftaran dan tes dilakukan secara offline (manual), bukan online, karena terbatasnya fasilitas internet di sejumlah daerah.
“Saya mendukung aspirasi para pencaker yang notabene mayoritas Orang Asli Papua yang meminta agar tes CPNS Tahun 2024 harus orang asli Papua dan dilakukan secara tertutup, aspirasi ini harus didengarkan oleh Pemerintah Provinsi Papua Tengah dan pemerintah pusat,” katanya kepada Jubi di ruang kerjanya akhir Agustus 2024.
Zonggonau mengatakan di beberapa kabupaten seperi Kabupaten Puncak, Puncak Jaya, dan Intan Jaya minim sekali sarana-prasarana internet dan kondisi tersebut akan menghambat para pencari kerja untuk melakukan pendaftaran dan tes CPNS.
“Kami meminta Pemprov Papua dan pemerintah kabupaten, serta pemerintah pusat agar pertimbangkan baik-baik aspirasi rakyat Papua,” ujarnya.
Terkait formasi untuk OAP, kata Zonggonau, lebih banyak formasi untuk OAP seiring dengan semangat MRP mendorong agar semua aspek harus diisi oleh Orang Asli Papua.
“Karena status Papua adalah Otonomi Khusus sehingga mau dan tidak mau Calon PNS 2024 harus diangkat Orang Asli Papua,” katanya.
Orang Asli Papua, kata Zonggonau, harus diprioritaskan karena banyak sarjana OAP yang mengnganggur dan membutuhkan pekerjaan sehingga harus dibuka lowongan lebih banyak untuk Orang Asli Papua.
Mengurangi pengangguran OAP
Martinus Zonggonau, intelektual Kabupaten Paniai juga berpandangan serupa. Ia meminta Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Paniai dan Penjabat Bupati Paniai untuk segera memprioritaskan anak asli Paniai yang kini meningkat kuota penganggurannya yang menurutnya hampir 4.000 sarjana.
“Kami berharap kepada Pemkab Paniai untuk mengangkat tenaga kerja, kami melihat jumlah kuota [CPNS] yang dibagikan di seluruh Papua Tengah, untuk Kabupaten Paniai hanya 350 tenaga ASN,” katanya kepada Jubi via WhatsApp, Selasa (27/8/2024).
Menurut Zonggonau Pemkab paniai harus memprioritaskan anak asli Paniai, yaitu dari Suku Mee, Moni, dan Wolani agar jumlah pengangguran bisa dikurangi.
“Kami sampaikan juga kepada kawan-kawan di luar Kabupaten Paniai segera bisa tes CPNS di masing-masing kabupaten, sebab jumlah kuota yang ada di Paniai sangat minim, hanya 350 dibandingkan jumlah pengangguran di Paniai hampir 4.000 ribu sarjana yang kini menjadi lewat batas umurnya untuk mendaftar CPNS,” katanya.
Zonggonau berharap agar Pemkab Paniai memperketat non-OAP menjadi pegawai negeri. “Sebab ini ranah anak Paniai, hal ini perlu ditanggapi serius oleh Pemkab Paniai guna mengurangi angka pengganguran di Paniai,” katanya.
Menurutnya anak Panian sadar hanya sebatas mencari pekerjaan boleh saja melamar pekerjaan di seluruh Papua, namun tetapi tidak semua anak Paniai berpikir seperti itu.
“Ada anak asli Paniai yang peduli kepada alam dan manusia Paniai sehingga mereka tidak bisa cari pekerjaan di kabupaten lain. Sebab kami sebagai anak negeri pasti punya jiwa untuk membangun negeri ini walaupun sistem nepotisme masih merajalela di dinding Kabupaten Paniai,” katanya.
Zonggonau juga meminta proses seleksi Calon PNS dibuka secara offline agar anak asli Paniai bisa lolos. Menurutnya jika proses dilakukan secara online akan menguntungkan non pribumi (non-OAP).
“Sesuai pengamatan kami di Kabupaten Paniai, yang kini menjadi pegawai negeri adalah mereka yang keluarga tetangga, seperti dari Dogiyai, Deiyai, Intan Jaya, dan Nabire. Sedangkan kami anak asli Paniai yang tahu tentang seluk-beluk kehidupan alam dan manusia Paniai belum mendapatkan pekerjaan di kabupaten ini. Hal ini perlu diperhatikan oleh kawan-kawan kabupaten tetangga agar tidak boleh merampas jumlah formasi 350 yang kecil itu,” katanya.
Zonggonau berharap BKD Paniai membuka mata baik-baik terhadap anak asli Paniai yang kini ijazah sarjananya menjadi bantal kepala di masing masing kampung.
“Ada juga yang lewat umur sehingga untuk CPNS sangat tidak bisa, hal ini sangat disayangkan karena seseorang berpendidikan untuk mendapatkan pekerjaan bukan untuk menjadi tani di hutan,” katanya.
Banyak sarjana OAP menganggur
Ketua GAMKI atau Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Kabupaten Puncak Papua Yato Murib juga mengatakan hal serupa. Ia juga berharap penerimaan Calon PNS, khususnya untuk Kabupaten Puncak harus 100 persen orang asli Puncak. Mengingat, katanya, sarjana dari Kabupaten Puncak yang menganggur sangat banyak.
“Terkait formasi 20 persen penerimaan non-OAP, karena ini adalah salah satu tempat bagaimana anak-anak asal Kabupaten Puncak mendapatkan pekerjaan yang selayak-layaknya untuk membangun daerahnya sendiri sehingga kami berpesan kepada Bapak J Nenu Tabuni, penjabat Bupati Puncak dan BKD Kabupaten Puncak untuk menghilangkan 20 persen formasi untuk non-OAP dan sahkan 100 persen penerimaan OAP,” katanya.
Murib juga meminta Pemkab Puncak pemerhatikan proses pendaftaran sampai tes dengan memfasilitasi internet kepada para peserta.
Sementara itu, Sekertaris Pemuda Katolik Papua Tengah Natan Naftali Tebai mengeluarkan surat terbuka kepada Penjabat Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk menanggapi pengumuman yang dikeluarkan Gubernur Papua pada 22 Agustus 2024 terkait Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tengah.
Ia mengatakan berulang kali membaca pengumuman tersebut dan melihat situasi Provinsi Papua Tengah masa kini yang sulitnya peluang kerja.
Pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil, kata Tebai, menimbulkan banyak pengangguran, kematian, krisis, dan susahnya lapangan kerja.
“Dengan melihat kuota penerimaan CPNS sebanyak 950 orang yang disediakan untuk Pemprov Papua Tengah sangat sedikit, mestinya lebih,” katanya.
Karena itu ia mengimbau agar semua formasi harus diisi 100 persen oleh Orang Asli Papua. Tidak 80 persen seperti yang diatur dalam pengumuman.
Tebai mengatakan pihaknya mendesak MRP Papua Tengah untuk segera membentuk kelompok Kerja (Pokja) dan mengeluarkan surat bahwa Tes CPNS 2024 hanya untuk Orang Asli Papua.
“Apabila Ibu Penjabat Gubernur Papua Tengah dan lembaga MRP Papua Tengah tidak mengindahkan maka kami akan membentuk front untuk melawan kebijakan yang tidak berpihak kepada OAP tersebut,” ujarnya.
Gelombang demo di berbagai daerah
Gelombang demo para pencari kerja di sejumlah daerah di Provinsi Papua Tengah muncul akhir Agustus 2024 merespon formasi Penerimaan Calon PNS. Protes para pengunjuk rasa sama, yaitu menolak kuota formasi 80 persen untuk OAP dan 20 persen untuk non-OAP. Mereka menuntut agar semua formasi ditujukan untuk OAP. Jumlah formasi juga di masing-masing daerah juga dinilai terlalu sedikit, sehingga mereka meminta ditambah.
Selain itu para pengunjuk rasa juga meminta agar tes juga bisa dilakukan offline atau manual mengingat di sejumlah daerah fasilitas internet kurang memadai. Mereka juga meminta pemerintah daerah memfasilitasi kelancaran pendaftaran dan tes agar OAP bisa lolos.
Aksi demonstrasi muncul di depan Kantor Gubernur Papua Tengah di Nabire pada Senin, 26 Agustus 2024. Para pengunjung rasa yang menamai ‘Forum Pencaker Provinsi Papua Tengah’ meminta formasi CPNS 2024 200 persen untuk OAP sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Khusus.
Demo serupa muncul di halaman Kantor Bupati Dogiyai pada 26 dan 30 Agustus 2024 yang dilakukan ‘Aliansi Penganggur Dogiyai’. Di Kabupaten Deiyai demo terjadi di Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Deiyai pada 27 Agustus 2024.
Di Kabupaten Puncak demo terjadi pada 26 Agustus 2024. Pengunjung rasa menamai ‘Forum Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) Bersama Seluruh Pencaker Kabupaten Puncak’, terdiri dari KNPI, FP3, GAMKI, AMKI, dan Pemuda Katolik. Mereka berunjuk rasa di halaman Kantor Bupati Puncak di Ilaga. Para pengunjung rasa juga meminta formasi yang hanya 469 di Pemkab Puncak ditambah menjadi 1.000 formasi.
Di Kabupaten Mimika, ‘Forum Peduli Pancaker Kabupaten Mimika’ melakukan unjuk rasa di halaman Kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Mimika pada 27 Agustus 2024. Mereka juga menuntut agar pembatasan usia pendaftar CPNS dihapuskan.
Di Kabupaten Intan Jaya demo terjadi pada 21 Agustus 2024. Puluhan pencari kerja asal Kabupaten Intan Jaya tersebut juga mengeluhkan biaya transportasi yang tinggi untuk kembali ke Intan Jaya jika mengikuti proses seleksi CPNS.
Sebelumnya, pada 3 Juni 2024 di Kabupaten Puncak Jaya ribuan masyarakat yang menamai ‘Tim Pencari Kerja Kabupaten Puncak Jaya (Pencaker Puja)’ melakukan aksi unjuk rasa di parkiran Kantor Bupati Puncak Jaya. Selain menuntut agar formasi CPNS 100 persen disediakan untuk OAP, juga menuntu agar formasi 1.246 untuk Kabupaten Puncak ditambah, kalau bisa menjadi 5.000. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id