Sentani, Jubi TV– “Orang Papua, orang Sentani tidak punya hubungan sama sekali dengan Douglas MacArthur, tetapi peninggalannya dijadikan situs bersejarah [di Sentani]”. Nada suara Piliphus Robaha bergetar saat meneriakkan pernyataan itu.
“Apa yang kawan-kawan peroleh dari perjuangan Mac Arthur? Tidak ada!,” kata Robaha, sembari mengayun-ayunkan corong megafon di tangan kanannya.
Robaha berorasi saat Front Mahasiswa dan Rakyat Papua (FMRP) berunjuk rasa di Kantor Bupati Jayapura, Kamis, 16 Mei 2024. Mereka menentang rencana pemindahan makam Dortheys Hiyo Eluay alias Theys Eluay. Robaha pun membandingkan perhatian pemerintah terhadap memorabilia MC Arthur dengan Theys Eluay.
MacArthur ialah pemimpin pasukan Amerika Serikat saat Perang Pasifik atau Perang Dunia II. Sejumlah peninggalannya sewaktu memimpin pasukan di Papua masih terawat rapi di sebuah museum di Kampung Ifar Besar, Sentani, Kabupaten Jayapura.
“Theys Eluay merupakan pemimpin karismatik bagi Rakyat Papua. Jadi, makam Bapak Theys seharusnya juga dijadikan situs sejarah sehingga semua orang bisa belajar tentang kepemimpinannya,” ujar Robaha.
Koordinator aksi FMRP Etho Tokoro menyatakan banyak permasalahan lebih penting yang harus diselesaikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayapura ketimbang memindahkan makam Theys Eluay, semisal membenahi infrastruktur, dan transportasi publik. Karena itu, mereka menuntut Pemkab Jayapura membatalkan rencana tersebut.
“Kami secara tegas menolak rencana pemindahan makam karena merendahkan harkat dan martabat Ondofolo Theys Hiyo Eluay. Negara seharusnya bertanggung jawab atas pembunuhanan terhadap Theys Eluay dan rentetan pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua,” kata Tokoro, seusai aksi.
Usulan keluarga
Aksi massa di Kantor Bupati Jayapura menjadi puncak kekesalan publik atas rencana pemindahan makam Eluay dengan dalih penataan wilayah. Namun, pihak Pemkab Jayapura menyatakan rencana tersebut merupakan inisiatif pihak keluarga mendiang.
“Pemindahan makam tersebut merupakan rencana pihak keluarga. Kami telah bertemu, dan berkoordinasi dengan mereka, jauh hari sebelumnya,” kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Jayapura Abdul Hamid Toffir, seusai menerima aksi massa.
Dia mengatakan pihak keluarga berniat memindahkan makam Theys ke dekat pendopo adat Kampung Sereh. Itu sesuai wasiat mendiang kepada pihak keluarga.
“Keluarga meminta makam almarhum ditempatkan pada lokasi yang layak sehingga mereka mudah merawatnya. Berdasarkan informasi pihak keluarga, almarhum pernah berpesan agar dimakamkan di dekat pendopo adat Kampung Sereh,” kata Toffir.
Menurutnya, Pemkab Jayapura masih menunggu pihak keluarga merealisasikan rencana itu. Jika makam jadi dipindahkan, Pemkab Jayapura baru akan menata ulang peruntukan lokasi tersebut.
“Penataan ulang kawasan tersebut juga memerlukan kesepakatan bersama [dengan keluarga besar Theys]. Sebab, lahannya bukan milik Pemkab Jayapura [melainkan ulayat keluarga],” ujar Toffir.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Jayapura Parson Horota membenarkan perihal rencana penataan kawasan yang kini ditempati makam Theys. Namun, dia menolak merincikan informasinya karena harus melalui persetujuan penjabat bupati.
“Perencanaannya [penataan kawasannya] suda ada, tetapi bukan untuk memindahkan makam orang tua kami [Theys]. Kalaupun makamnya dipindah, harus berdasarkan keinginan keluarga karena lahannya bukan milik pemerintah,” kata Horota, saat ditemui pada Selasa (14/5/2024).
Makam tidak terurus
Ketua Forum Peduli Kemanusiaan Kabupaten Jayapura Manase Bernard Taime, atas nama keluarga Theys juga membenarkan ihwal rencana pemindahan makam ke pendopo adat Kampung Sereh. Mereka prihatin dengan kondisi makam saat ini karena tidak terawat.
“Nisannya sudah patah. Banyak kotoran dan bekas botol minuman keras juga berserakan di sekitar makam,” ujar Taime.
Menurutnya, selama ini banyak orang tidak lagi peduli dengan keberadaan makam Theys. Hanya pihak keluarga yang kerap membersihkan makam.
“Orang tua kami [Theys] merupakan ondofolo besar, tokoh pejuang otsus, dan pemersatu Papua. Namun, makamnya ditinggal begitu saja [tidak ada yang mengurus] bahkan malah dijadikan lokasi untuk minum minuman keras” kata Taime.
Dia mengatakan seluruh ondofolo akan menggelar pertemuan besar bersama pihak keluarga untuk memutuskan rencana pemindahan makam Theys. Pertemuan itu juga melibatkan Dewan Presidium Papua, Majelis Rakyat Papua, pemerintah daerah, serta pejabat TNI, dan Polri.
Tokoh Adat Sentani, Anderson Tokoro mengatakan pemindahan makam Theys bukan perkara mudah. Banyak aspek mesti dipertimbangan pihak keluarga, mengingat Theys merupakan tokoh kenamaan Papua.
“Tokoh kharismatik ini bukan hanya milik keluarga Eluay. Dia sudah menjadi milik semua orang Papua,” ujar Ondofolo Kampung Simporo, tersebut.
Menurutnya, pemindahan makam Theys merupakan masalah sensitif. Karena itu, semua pihak harus duduk bersama dan menyelesaikannya secara baik-baik supaya tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
“Perjuangan seorang Theys Eluay [untuk Tanah Papua] bukan hal gampang sehingga dia harus meregang nyawa [dibunuh anggota Kopassus]. Jika makamnya selama ini dibiarkan telantar, adalah tugas seluruh masyarakat Papua untuk merawatnya,” kata Tokoro. (*)
Artikel ini sudah terbit di Jubi.id