Sentani, Jubi TV – Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura telah merekrut 245 Orang Asli Papua (OAP) sebagai kader malaria. Mereka tersebar di 144 kampung dan kelurahan di 19 distrik untuk membantu petugas kesehatan mewujudkan Kabupaten Jayapura bebas malaria atau tereliminasi malaria pada 2030.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura Khairul Lie menjelaskan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Deteksi Dini dan Pemberian Obat Anti Malaria oleh Kader Malaria pada Daerah Dengan Situasi Khusus memberikan ruang bagi masyarakat untuk menjadi kader malaria guna melaksanakan fungsi-fungsi deteksi dini dan pemberian obat anti malaria.
Kemudian di tingkat kabupaten, ada Peraturan Bupati No. 44 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengendalian Malaria Menuju Eliminasi Tahun 2030.
Khairul mengatakan tahap eliminasi malaria di Kabupaten Jayapura saat ini berada pada kisaran Angka Parasit Insidens (API) di bawah (<) 1 kasus per 1000 penduduk per tahun. Kemudian Slide Positive Rate (SPR) di bawah (<) 1 persen. API adalah jumlah kasus positif malaria per seribu penduduk pada satu tahun. Sedangkan SPR adalah angka yang menunjukkan tingkat infeksi malaria pada suatu kelompok populasi.
Target Kabupaten Jayapura, kata Khairul, tidak ditemukan lagi kasus lokal paling lambat pada 2027 dan pada 2030 Kabupaten Jayapura mencapai tahap pemeliharaan serta mendapatkan sertifikasi ‘Bebas Malaria’.
“Kampung Siaga Malaria (SIAMAL) yang sudah kita canangkan dan sedang berjalan saat ini adalah kebijakan Pemkab Jayapura dalam mendukung eliminasi malaria tahun 2030, ini komitmen yang harus dijaga dan direalisasikan,” katanya saat ditemui Jubi di Sentani, Minggu (15/9/2024).
Menurut Khairul, apa yang sedang dikerjakan dan sedang berproses dalam seluruh kegiatan dan program sudah sejalan dengan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Provinsi Papua 2021-2041 untuk Kabupaten Eliminasi Malaria 100 persen.
“Rencana tersebut memerlukan dukungan multipihak, termasuk masyarakat dengan seluruh perangkat di kampung,” ujarnya.
Untuk mendukung seluruh tugas dan kerja para kader, Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura telah menyiapkan anggaran Rp1,5 miliar. Dana tersebut untuk pengganti uang transportasi kader malaria OAP yang akan bekerja melakukan deteksi dini dan pemberian obat anti malaria.
“Proses pemberian dana transportasi tersebut dilakukan dengan transfer langsung ke rekening masing-masing kader sebesar Rp3 juta setiap triwulan,” katanya.
Menurut Khairul pengalaman selama ini, perluasan akses pemeriksaan malaria oleh masyarakat atau kader mencapai hasil cukup optimal, sehingga kasus malaria tidak harus diperiksa di puskesmas, tapi bisa dilakukan di setiap rumah warga di kampung-kampung.
“Semester 1 tahun ini telah diperiksa 69.112 orang dengan jumlah positif malaria 25.364 orang. Seluruh pelaksanaan deteksi dini dilakukan dengan menggunakan alat pemeriksaan yang cukup valid serta seluruh penderita malaria dapat segera ditemukan dan diobati,” katanya.
Tantangan yang dihadapi kader
Pendamping kader malaria di Sentani, Rosalina Wally menjelaskan ia membawahi 5 kader malaria yang bertugas di Kelurahan Hinekombe dan Dobonsolo di Distrik Sentani.
“Tidak semua berjalan lancar dan mulus,” ujarnya.
Menurut Suster Ros, sapaan akrab Rosalina Wally, fasilitas pendukung pekerjaan juga menjadi hal pokok yang diperlukan oleh pendamping dan para kader di lapangan.
“Tugas saya adalah mem-beck–up seluruh laporan pelayanan para kader setiap bulan dalam proses pelayanan mereka. Lima kader ini bekerja di dua kelurahan yang sangat padat penduduknya sehingga dibutukan fasilitas penunjang kerja yang memadai. Kadang-kadang sampai stok obat juga bisa habis,” kata Suster Ros yang setiap hari bertugas di PKM Sentani.
Suster Ros mengatakan untuk menunjang kinerja para kader malaria dengan lancar dan baik maka diperlukan satu tempat sebagai stok obat dan fasilitas penunjang layanan. Tempat itu diperlukan sesuai dengan tugas dan fungsi kader mencari dan mengobati langsung di tempat.
“Terlihat kurang baik ketika para kader setelah menemukan kasus malaria lalu kehabisan stok obat, selain itu kita juga sebagai pendamping membutuhkan fasilitas lain seperti laptop untuk mengentri seluruh data dan laporan dari lapangan yang masuk setiap bulan,” katanya.
Kader Malaria di Sentani, Elayze Alcyone Yocku mengatakan tugas dan kerja para kader sepertinya adalah mengunjungi warga dan melakukan pendataan terhadap jumlah jiwa dalam satu rumah, dari dewasa hingga bayi, termasuk lansia, ibu hamil dan yang pernah menderita penyakit apa saja selain malaria.
“Jika dalam proses pemeriksaan darah ada salah satu anggota keluarga yang ditemukan sakit malaria maka seluruh isi rumah itu wajib diperiksa. Setelah pemeriksaan dilanjutkan dengan menimbang berat badan dan diberikan obat anti malaria,” ujarnya
Sebagai kader malaria, katanya, selain mencari dan mendatangi pasien untuk diobati, setiap kasus wajib dikawal dan dipantau secara rutin. Pasien juga diberikan informasi tentang bagaimana penularan penyakit malaria dan pencegahannya.
“Tugas lapangan yang dilakukan termasuk pembagian kelambu anti malaria kepada warga dan pengawasan penggunaan kelambu tersebut. Kemudian penyemprotan IRS [Indoor Residual Spraying atau Penyemprotan Residu dalam Ruangan], dan selalu siap 24 jam setiap hari,” katanya.
Menurut Yocku, seluruh pekerjaan yang dilakukan selalu tidak berjalan mulus seperti harapan kebanyakan orang, karena pasti saja terhambat dengan minimnya fasilitas pendukung yang seharusnya tersedia dan memperlancar seluruh pekerjaan lapangan.
Fasiltas pendukung itu seperti stok Obat Anti Malaria (OAM) yang habis, kertas format pengisian data yang harus di fotokopi terus-menerus, serta jarak tempat tinggal pasien yang jauh dan berbeda-beda lokasinya.
“Bahkan ada pasien yang tidak termasuk dalam wilayah kerja yang datang untuk meminta pertolongan,” katanya.
Kemudian, tambahnya, fasilitas penunjang seperti alat timbangan, stok obat, kertas format isian data pasien, termasuk alat transportasi dan tambahan dana operasional.
“Fasilitas ini bahkan habis juga di PKM, tentunya berdampak buruk bagi kerja dan pelayanan kita, termasuk pasien yang dalam perawatan dan pengawasan kita sebagai kader,” ujarnya. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id