Timika, Jubi TV– Seorang warga sipil yang diketahui merupakan pendeta bernama Pdt Paniur Tabuni (40 tahun) terkena tembakan yang diduga dilepaskan anggota TNI di Kampung Gingga Baru, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah, pada Jumat (5/5/2023) sekitar pukul 09.30 pagi.
Paniur yang juga Sekretaris Klasis Gereja Kingmi Sinak Koordinator Puncak Timur, Kabupaten Puncak itu mengalami luka di bagian lengan kiri dan bagian pinggang kanan. Paniur menuturkan ia ditembak saat hendak pergi berburu bersama tiga anaknya—Elia Tabuni, Aliton Tabuni dan Ester Tabuni. Saat itu, Paniur ia membawa senapan angin, busur, dan sejumlah anak panah untuk berburu.
“Saya ajak tiga anak saya. Kami persiapan dari rumah rencananya mau bermalam di hutan. Kami bawa panah, bawa senapan angin, kami rencana mau berburu,” kata Paniur saat ditemui Jubi di RSUD Mimika pada Sabtu (6/5/2023).
Paniur menyatakan dalam perjalanan itu, tiba-tiba ia ditembaki. Ia menyatakan sempat berteriak berusaha menghentikan tembakan itu.
“Kami kaget, angkat tangan dan teriak “Kami bukan orang jahat, kami masyarakat biasa, tolong”. Tapi mereka tidak dengar [dan] tembak kiri-kanan [saya],” kata Paniur menuturkan kembali peristiwa itu.
Paniur menyatakan tembakan itu tak kunjung berhenti. Ia lalu mengajak ketiga anaknya berlari ke dalam hutan. “Saya kasih lari anak-anak di depan. Saya dari belakang lari. Lalu saya dapat tembak di lengan kiri, terus pinggang bagian kanan. Saya dan anak-anak lari masuk hutan sampai menyeberang kali. [Kami lalu] cari jaringan baru telepon keluarga di rumah,” ujar Paniur.
Paniur menuturkan setelah itu keluarganya melaporkan insiden itu ke pos Raider 303/SSM Sinak. “Keluarga datang lapor pos, baru mereka naik jemput kami. Mama telepon saya [dari pos], saya langsung bicara sama komandan. Saya bilang, ‘kamu punya anggota tembak saya. Jadi kamu tolong suruh mereka cabut dulu saya mau keluar. Jangan sampai salah tembak.’ Itu yang saya kasih tahu,” kata Paniur menirukan kembali percakapannya dengan komandan pos TNI tersebut.
Paniur lantas keluar dari hutan dan bertemu dengan sekitar sepuluh anggota tentara. Ia mengaku mengenali para prajurit itu berasal dari Raider 303/SSM Sinak. Ia menyatakan para prajurit itu langsung menahan mereka dan berusaha menahan barang-barangnya.
“Pas kami mau menuju ke pos, mereka keluar ramai-ramai, kurung kami. [Mereka] suruh [kami] kumpul telepon selular, noken, alat berburu kami semua dikumpulkan. Mereka punya komandan keluar, bilang sekalian tanya di pos saja. Kami kembali angkat barang kami menuju ke pos. Kami turun di pos. Di pos, mereka tanya saya, [dan saya] kasih tahu semua [kronologis penembakan itu],” kata Paniur.
Paniur menyatakan ia dan keluarganya lantas diantar ke Puskesmas Sinak sekitar pukul 12.00 WP. Paniur menyatakan di puskesmas itu ia ditangani paramedis yang juga tentara. Saat itu, petugas puskesmas tidak diperbolehkan menangani dirinya.
“Di puskesmas itu bukan petugas [puskesmas] yang urus, tetapi perawat mereka [anggota tentara] yang urus saya. Petugas [puskesmas] mereka masuk lihat dan rawat, tetapi disuruh keluar [sama tentara],” ujar Paniur yang juga Kepala SMA YPPGI Sinak tersebut.
Paniur merasa ia tidak dirawat dengan baik selama berada di Puskesmas Sinak. Salah satu tentara yang merawatnya bahkan meragukan luka yang dialami Paniur adalah luka tembak, dan menduga luka itu karena terkena batu dan kayu.
“Dia bilang, ‘bapak mungkin ini kena batu atau kayu’. Tapi saya bilang, ‘Bapak, saya ini pendeta, yang betul saja. Di sana belantara kena batu atau kayu dari mana? Kena batu dari mana? Ini tembakan. Besok kamu tahu ini peluru yang keluar atau batu yang keluar.’ Saya marah-marah dia,” kata Paniur.
Paniur menyatakan ia lantas memilih berobat ke RSUD Mimika di Timika, ibu kota Kabupaten Mimika. Ia menyatakan saat ini sedang menunggu hasil rontgen.
“Mereka tidak urus saya baik. Sampai saya bermalam di Puskesmas [Sinak]. Besoknya saya berangkat dengan helikopter ke Timika. Sementara ini saya masih tunggu hasil rontgen,” ujarnya.
Kerabat Paniur Tabuni, Elis Wafom berharap agar tentara yang melakukan penembakan terhadap Paniur diperiksa. “[Kami meminta ada] proses hukum [terhadap] anggota yang melakukan itu. Kami tidak tahu namanya, tetapi kami tahu mereka [tentara] Raider 303,” kata Wafom.
“[Mereka] harus diproses secara hukum. Kami juga manusia, kami juga warga, harusnya mereka bertindak yang benar. Kami mau [insiden itu] diproses [secara hukum agar] lain kali mereka lebih hati-hati. Kalau cari orang/musuh, yang benar. Cek benar siapa orang itu, betul [musuh atau] tidak. Jangan main asal saja melakukan itu. Untung korban tidak meninggal. Puji Tuhan [korban] masih selamat,” kata Wafom.
Wafom menyatakan anggota TNI/Polri yang hendak bertugas seharusnya melakukan pendekatan dan memperkenalkan diri kepada warga setempat. Anggota TNI/Polri juga diminta memberitahu warga terkait daerah rawan yang tidak boleh dimasuki warga.
“Anggota kalau datang pengamanan harus kasih peringatan atau tegur, supaya kami [masyarakat] tidak naik ke atas. Kenapa [korban] tidak ditegur [dan] langsung diserbu dengan [tembakan] peluru? [TNI/Polri harus] bisa bedakan mana [anggota] TPNPB [atau Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat], mana warga sipil,” kata Wafom.
Jubi telah berusaha menghubungi Kepala Penerangan Komando Daerah Militer atau Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Kav Herman Taryaman untuk mendapatkan informasi pembanding terkait penembakan Pdt Paniur Tabuni. Akan tetapi, hingga berita ini diturunkan, layanan pesan singkat, layanan pesan WhatsApp, maupun telepon Jubi belum direspon Kapendam. (*)
Artikel ini sudah terbit di jubi.id dengan judul: Hendak pergi berburu, seorang warga sipil di Sinak ditembak prajurit TNI